Movie review score
5


Jual Diri Lewat Baju




SBY = biru, JK= kuning, Megawati = merah.


Jaman-jaman kebosanan agaknya sudah berlalu; politisi belakangan ini telah menunjukkan kesadaran yang menyenangkan akan pentingnya fashion-tanpa harus terjebak oleh warna partai.




Dalam dunia ilmu komunikasi, konon bahasa nonverbal menguasai 60% dari keseluruhan komunikasi. Apa itu nonverbal? Hal-hal kecil yang sering tidak kita sadari kehadirannya, tapi tetap meninggalkan efek: senyum, cara duduk, dan juga…barang. Barang? Ya, ada sebuah cabang dalam komunikasi nonverbal yang disebut komunikasi objek-komunikasi melalui objek tertentu, semisal pakaian.


Ah, apalah artinya itu. Ternyata artinya besar, karena kita sebagai manusia, lebih percaya pada hal-hal yang tidak terucapkan. Misalnya saja saat seseorang berkata bahwa dia sedang berduka tetapi bibirnya terus tersenyum. Isyarat mana yang lebih kita percaya?



Demikian juga dengan pakaian. Sebagai salah satu instrumen komunikasi nonverbal, ia mampu mengkomunikasikan hal-hal yang tadinya abstrak (pemikiran, cara pandang, atau pendapat pemakainya) menjadi konkrit dan kasat mata. Pakaian memiliki kekuatan untuk mengkomunikasikan citra yang ingin ditimbulkan pemakainya dalam waktu sekejap-coba bayangkan orang yang memakai setelan Chanel untuk wawancara kerja.



Nah, saya yakin seiring dengan makin populernya ilmu komunikasi, para politisi kita sudah paham betul dengan besarnya konsekuensi sehelai baju. Apalagi pada masa-masa PEMILU seperti sekarang-saatnya para politisi dilihat dan saling lihat-lihatan. Rasanya bukan kebetulan kalau JK memilih batik merah dalam pertemuan dengan PDIP kemarin malam. Barangkali bukan kebetulan juga kalau Bu Mega memakai terusan etnik warna emas/batik nuansa coklat tiap kali ‘makan bersama’ dengan Sri Sultan . Saya pribadi sih merasa pakaian politisi makin menarik untuk diamati akhir-akhir ini.
Kalau begitu…kira-kira apa ya, yang dikomunikasikan oleh pakaian-pakaian para politisi di TPS kemarin?













Fcourtesy: okezone.com




Megawati and the gank kompak memakai warna-warna basic, dan yang mengejutkan…tidak merah! Baju ini sangat sempurna untuk Megawati yang memiliki jenis tubuh buah pir-ditandai dengan pinggul yang lebar. Jika dulu ia masih sering memakai setelah dua potong dengan warna bawahan lebih terang, kini pakaiannya tampak dipikirkan lebih matang (entah oleh dirinya sendiri atau oleh stafnya). Garis baby doll di atas perut dan bawahan warna gelap menyamarkan bentuk pinggul yang lebar dengan sangat apik. Puan Maharani juga patut mendapat acungan jempol tangan dan kaki karena celana high-waistednya yang super chic dan dinamis, menggambarkan kaderisasi darah muda di PDIP, tapi juga tidak kekurangan nasionalisme melalui atasan batik modern. Perpaduan yang keren.


Menurut saya, Megawati memang harus mengurangi pemakaian warna merah pada dirinya. Iya, saya tahu itu ‘kewajiban’ partai, tetapi merah adalah warna yang bersifat panas, dan ia agak berisiko. Perhatikan saja foto Megawati saat mengenakan baju full merah dengan lipstick merah langganannya itu-kesan yang ditimbulkan: galak dan meriah. Belakangan di kampanye-kampanye PDIP, ia mulai lebih banyak menggunakan hitam, warna yang masih serasi dengan lambang partainya. Memang agak terlalu panas untuk kampanye di ruangan terbuka, tapi kesan yang ditimbulkan lebih enak.


Lalu, kembali ke TPS. Apakah kiranya yang membuat Megawati melepas atribut merahnya di hari pencontrengan? Apakah ini pertanda bahwa PDIP siap berkoalisi karena ia sudah mendapat firasat akan kekalahan partainya? Terbukti, PDIP dikalahkan oleh rival beratnya, Demokrat, bahkan di TPS tempat Megawati mencontreng. Terbukti pula, hari-hari ini PDIP sibuk sekali melakukan pertemuan ini-itu dengan berbagai pihak. Warna putih melambangkan kemurnian dan sikap netral-sehingga baju yang dikenakan Megawati ini membangkitkan citra rileks dan tidak terlalu party-oriented. Sepertinya memang PDIP sudah berpikir soal koalisi dari jauh-jauh hari.


Mari kita tinggalkan Megawati dengan blus-blusnya dan beralih ke ‘lawan mainnya.’ Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY pastilah presiden paling fashionable yang pernah dimiliki Indonesia-tepatnya, ia dan istrinya. Sebenarnya saya agak geli membayangkan lemari pakaian mereka berdua yang pasti isinya penuh dengan baju kembaran. Tapi usaha ‘rempong’ untuk tampil kompak ini patut diacungi jempol-pakaian mereka yang selalu serasi seperti menggambarkan kesolidan pemerintahan SBY, seakan baju mereka berkata “Tenang saja rakyatku, semua baik-baik saja, buktinya kami masih sempat janjian pake baju kembaran.”




Meski begitu, tanpa Bu Ani sekalipun, Presiden SBY tetap tergolong modis untuk ukuran om-om seusianya. Masih ingat baju koko SBY yang penjualannya di Tanah Abang nyaris menyaingi baju koko Uje? Presiden SBY memiliki bentuk tubuh ‘bulky’-semua serba besar, seperti porsi tubuh kaukasia. Maka, baju-baju dengan motif/aksen di dada yang sering ia pakai merupakan pilihan yang sangat tepat, karena mengurangi kesan lebar pada torsonya. Misalnya saja baju yang ia pakai saat memilih kemarin:



Fcourtesy: detiknews.com


Nah, ini baru contoh garis vertikal yang merampingkan-tapi sayangnya, ke TPS memakai baju warna partai itu…benar-benar ketinggalan jaman! Kesan yang ditimbulkan: konservatif, kaku, tapi juga anggun dan elegan. Pakaian yang mencerminkan posisi SBY yang memang di atas angin dan sifatnya yang memang kalem. Di sisi lain, peletakkan pena warna emas di kantung mencerminkan sikap siap sedia, seakan mau mengatakan bahwa pemakainya adalah orang yang penuh persiapan untuk situasi tak terduga (kehabisan bolpen di TPS, misalnya).











F courtesy: beritasore.com


JK sukses mengikuti tren dengan tidak memakai baju bernuansa partai ke TPS-tapi rupanya sang istri berpikiran lain. Jilbab yang terlalu serasi warnanya malah mengurangi kharisma Ibu Mufidah. Dia tampak berusaha tampil terlalu formal, sedang sang suami malah santai dalam batik lengan pendek. Pilihan batik JK sangat tepat dengan profil tubuhnya yang kecil, karena seringkali kemeja lengan panjang membuat kesan ia seakan ‘tenggelam’ dalam bajunya. Dengan pakaian ini, JK tampak seperti pejabat berwibawa yang sedang menghabiskan long weekendnya dalam suasana santai. Ia tampak bersahabat dan ramah.












F courtesy: media indonesia




Barangkali Wiranto sadar akan citra hitamnya di masa lalu, dan lantas memilih kemeja putih untuk ke TPS. Atau barangkali ia janjian dengan Megawati? Yang jelas pakaian ini sukses menimbulkan kesan bersih dan ramah pada dirinya. Pakaian yang kaku terkanji ini juga menyiratkan kedisiplinan dan sifat perfeksionis pemiliknya. Ditambah lagi, senyum sekarang lebih sering menghiasi mukanya ketimbang jaman orde baru dahulu…citra baru berkat konsultan baru, mungkin?









F courtesy: vivanews.com dan detiknews.com


Hari-hari ini, Prabowo sering sekali memakai batik nuansa merah-putih, termasuk saat ke TPS. Padahal ia sudah sangat cocok dengan baju safari lengan pendek yang jadi trademark-nya selama masa kampanye. Batik lengan panjang ini tampak terlalu ‘berat’ untuk dikenakan ke TPS-apalagi kelihatannya Prabowo kepanasan di TPS. Motif-motif batiknya malah membuat kesan penuh dan membuat tubuhnya tampak makin besar.Meski begitu, harus diakui batik ini sebenarnya bagus sekali. Barangkali Prabowo ingin menyatakan sikapnya yang nasionalis, tetap cinta Indonesia meski sempat kabur ke luar negeri pasca reformasi. Bahasa nonverbalnya menyatakan sikap ambisius dan keyakinan yang besar pada apa yang ia kerjakan. Ia tampak seperti murid ranking satu di sekolah kita dulu-sempurna tanpa cacat cela, selalu punya jawaban untuk setiap situasi, dan sedikit arogan.












F courtesy: kompas.com


Apa yang mau dikomunikasikan Sri Sultan lewat batiknya yang ‘ramai’ ini? Sepertinya ia mau mengatakan sikapnya yang bisa masuk partai manapun, bisa koalisi dengan siapapun, tidak jelas dan membingungkan, seperti motif batiknya.










F courtesy: detik.com


Soetrisno Bachir menempuh jalan aman dengan batik santai. Nggak ada yang salah sih, tetapi membosankan. Warna yang dipilih pun tampak kusam, membuat SB jadi dekil. Sepertinya ia tidak menyiapkan pakaian tertentu untuk ke TPS. Sang istri sebaliknya tampak sempurna-tidak berlebihan, tidak kelewat cuek, tampak berkelas dari ujung kaki ke ujung kepala. Sangat tidak kompak.



Sebuah studi yang dikutip dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi-nya Deddy Mulyana menyatakan bahwa orang cenderung meniru perilaku orang lain yang pakaiannya mencerminkan status lebih tinggi. Konon, sang peneliti menguji orang-orang yang melanggar lampu lalu lintas dengan menyeberang jalan sembarangan. Ternyata, saat seseorang berseragam militer atau berpakaian necis melakukan hal itu, orang-orang di belakangnya kontan mengikuti. Jika memang begitu aturan mainnya, mari kita bertanya pada diri sendiri: siapa yang mau kita ikuti? Ijinkan saya menutup tulisan ini dengan sebuah peribahasa Latin:



“Uestis Uirum Reddit.” - Pakaian menjadikan orang.











































Leave a Reply