Movie review score
5

Aduh, Jam Berapa Sekarang???

Benarkah karakter seseorang bisa ditebak dari cara ia menyetel jamnya???

Kemarin HP saya mati, dan ketika dinyalakan kembali, dia nanya:

sekarang jam berapa?

Saat itu saya sedang berada di dalam busway menuju ke kampus.

Saya berhenti memakai jam tangan ketika SMA (meski sampai tiga bulan setelahnya saya masih melirik ke lengan secara otomatis tiap kali ada orang yang menanyakan jam) ; kelihatannya tidak ada jalan lain, saya harus melihat jam yang ada pada diri orang lain.

Yang jelas, tadi berangkat dari rumah jam sebelas lebih sedikit, jadi sekarang pasti antara jam dua belas sampai setengah satu...duga saya.

Saya memandang jam bus yang ada di atas kaca depan.

11:50

Masa sih, baru jam segini???

Saya nggak jadi mengetikkan jam itu ke HP.

Jam busway memiliki reputasi menyesatkan; beberapa kali saya mendapati jam bus disetel 5-10 menit lebih awal-mungkin untuk menenangkan penumpang yang sudah menunggu kelamaan di halte, entahlah.

Saya melirik Rolex jadi-jadian milik om-om di samping kiri saya.

11:55

Saya melirik jam tangan milik encim-encim di samping kanan saya.

12:10

Lohh??

Mencari sumber yang lebih akurat, saya memandang jam digital raksasa yang ada di atap sebuah gedung kantor.

12:05

Oke, sekarang saya malah tambah bingung.

Sekarang ini bukan hanya masalah jam; ini sudah menyangkut nasib saya.

Jika jam si encim benar, kemungkinan besar saya akan terlambat masuk kelas hari ini.

Jika jam busway benar, saya bisa tidak terlambat.

(Ah, nikmatnya harapan kosong...)

Jika jam om-om benar, saya akan sampai mepet di kampus.

Aduuh...jam berapa sekarang???

Saya jadi bingung harus menyetel mood saya ke dalam mood panik saya-akan-terlambat atau mood santai saja-masih-banyak-waktu?

Ô

Kakak saya menyetel semua jam di kamarnya (dari jam meja, jam remote AC, jam laptop sampai jam HP) lebih awal 25-30 menit karena ia sering merasa dikejar waktu.

Ayah saya selalu melebihkan setelan jam dinding di ruang tengah lima menit sedangkan jam yang di kamarnya dilebihkan sepuluh menit agar tidak ada lagi yang pergi terlambat ke gereja.

Semua jam di kamar saya selalu disetel tepat waktu berdasarkan alarm jadul Sonora.

Agak ajaib memang, mungkin rumah saya adalah satu-satunya di dunia yang memilki tiga zona waktu di satu areal.

Ô

Mmm..Bagaimana dengan jam Anda? Jam berapa sekarang?

Krisis waktu yang saya alami dalam perjalanan siang itu mengingatkan saya akan chronemics; sebuah ilmu yang memelajari bagaimana interpretasi seseorang akan waktu menunjukkan sebagian jati dirinya.

Chronemics membagi manusia ke dalam dua tipe: mereka yang menganut waktu monokronik dan waktu polikronik.

Apakah Anda tipe orang yang tidak pernah bisa menjawab kapanpun orang menanyakan jam pada Anda?

Anda adalah seorang polikronik

Apakah Anda tipe orang yang menghargai ketepatan waktu dan Anda menyetel jam Anda lebih cepat sehingga Anda sering menjadi yang pertama untuk hadir di suatu tempat?

Anda adalah seorang monokronik.

Apakah Anda memiliki obsesi-psikologis-agak-tidak-sehat akan keakuratan jam? Anda adalah saya.

Ô

Begitulah.

Bagi seorang polikronik; waktu mereka adalah ibarat busway-yang satu pergi, yang lain akan datang lagi.

Hari ini gue terlambat satu jam masuk kantor...masih ada besok, besok gue akan datang lebih pagi.

Sebaliknya bagi seorang monokronik, waktu adalah ibarat uang-sekali mereka pergi, belum mereka tentu akan datang lagi.

Hari ini gue terlambat masuk kantor...oh tidak, berarti gue sudah melewatkan separuh dari jalannya meeting ini, dan meeting ini nggak bisa diulang lagi.

Biasanya, kita akan dengan mudah men-judge orang polikronik sebagai si kebo alias lelet alias males.

Belum tentu juga sih.

Masalahnya, orang polikronik lebih mementingkan kegiatan apa yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu daripada waktu yang dipakai untuk melakukan kegiatan itu.

Duh, belibet ya?

Ambil kata Anda meeting di resto sama seorang klien polikronik-malangnya, Anda adalah seorang monokronik; dan sebagai monokronik sejati, Anda datang lima belas menit lebih awal.

Klien Anda terlambat 45 menit dan meeting yang dijadualkan kelar jam dua molor sampai satu jam.

Tapi klien Anda tidak ambil pusing-yang pusing adalah Anda.

Bagi klien Anda, yang penting hari itu dia akan meeting dan dia akan mendapatkan solusi dari meeting itu.

Meeting hari itu harus menghasilkan solusi yang dibutuhkan, tanpa dia peduli jam berapa meeting dimulai dan kapan harus selesai.

Well...???

Ternyata tiap orang bisa hidup di zona waktunya sendiri-sendiri meski secara geografis mereka berada di satu area.

Mungkin sekarang Anda ingat dengan teman Anda yang berkata:

Aah,masih sore...jalan-jalan lagi yuk... pada pukul sembilan malam?

Atau Anda ingat sang bunda yang dulu meneror Anda sejak jam setengah enam sore: Hoy, udah malem, cepetan pulang!!??

Ô

Kembali ke busway.

Memasuki daerah Sudirman, saya akhirnya memutuskan untuk mencocokkan jam saya dengan jam besar yang terpampang di depan sebuah gedung instansi pemerintahan.

Nah, kayaknya yang ini nggak mungkin salah...

Jam itu tidak jauh beda dengan jam yang terpasang di tiang di Bunderan Bank Indonesia.

Saya semakin yakin-dan santai.

Saya belum terlambat.

Tapi...kenapa dosen sudah mulai mengajar saat saya masuk ke kelas???!!

Saya menatap jam dinding di kelas.

13:16

Saya merasa jet lag!

(Sementara itu, ketika mengetik tulisan ini, saya baru menyadari jam meja saya

sudah mati dan perlu di ganti baterenya)

Leave a Reply