Movie review score
5

Libur semesteran saya berubah menjadi rangkaian tur kesehatan-jatuh dari pelukan satu dokter ke dokter lain. Sungguh menyebalkan.

Dari sebelum libur, saya udah harus mondar-mandir dokter gigi.

Terus lanjut dokter kulit.

Terus dokter paru.

Terus dokter kulit lagi.

Terus dokter internist.

Ditutup oleh internist lagi.

Sekarang saya udah sehatan, tapi liburnya juga udah selesai. Rasanya saya ingin mengeluh sepanjang hari tentang betapa nestapanya hidup saya.

Satu titik yang paling menjatuhkan mental saya adalah sakit terparah yang datang pada minggu terakhir liburan sampai minggu pertama kuliah (yep, saya bolos seminggu!)

Ceritanya, sejak dua minggu sebelumnya saya batuk nggak sembuh-sembuh. Sirup obat batuk, dari yang tradisional Cina sampe pabrikan Eropa udah saya telen semua. Nihil.

Tiap malem saya kurang tidur, karena batuk-batuk mulu. Akibatnya, badan jadi nggak fit. Akibatnya lagi, penyakit SLE (systemic lupus erythematosus) yang emang udah lama saya idap jadi ikutan terpancing dan merongrong.

Tepat di hari ulang tahun saya, yang juga (seharusnya) merupakan hari pertama kuliah, saya terkapar dengan sukses. Seminggu itu saya demam, sakit kepala, sakit tulang, lemes, batuk…komplit. semua rencana bubar grak-dari ngerayain ultah sama anak kampus dan gereja, mengkoordinir rapat, makan malem sama keluarga, pokoknya semua gatot. Hari itu adalah kali pertama saya sakit di hari ulang tahun. Ternyata, rasanya…sediiiih sekali. Saya malah mendapat hadiah berupa dinaikkannya dosis obat kortikosteroid saya yang tadinya udah tinggal sedikit. Bukannya bebas obat, saya malah balik ke dosis awal yang amit-amit banget. Jadilah seminggu itu saya merasa down-udah sakit, bawaannya pengen marah, ngamuk, dan nangis cakar-cakar tanah. Kacau, pokoknya.

Setelah beberapa waktu berlalu dan saya mulai sehatan dan kuliah lagi, akal sehat saya kembali. Ternyata saya nggak se-fit dulu lagi. Yang namanya sakit itu emang bikin capek mental. Tapi saya malu juga sama diri sendiri-belakangan saya jadi pengeluh yang menyebalkan. Saya berusaha nerima kalo ngeluh juga nggak bakal mengubah apapun.

Memang hari-hari lalu, mentang-mentang penyakit lupus saya lagi ‘tidur,’ saya sering sembrono. Nggak jaga kesehatan. Saya lupa kalo saya bukan orang normal. Sebenarnya saya nggak pengen menjadikan lupus saya sebagai excuse. Sebenarnya saya pengen ini-itu. Tapi saya harus terima-saya bukan orang normal secara fisik.

Sekarang saya coba untuk melihat sakit saya sebagai sebuah cara Tuhan untuk menyuruh saya istirahat.

Pfiufh....

Leave a Reply